Nasib Presiden Korsel Pasca Mosi Pemakzulan Dirinya Lolos di Parlemen
Woo Won-shik Ketua Majelis Nasional Korea Selatan | Foto: Yonhap
VAZNEWS.COM - Presiden Korea Selatan, Yoon Suk-Yeol, menghadapi tekanan besar setelah mosi pemakzulan terhadapnya berhasil lolos di parlemen pada Sabtu, 14 Desember 2024. Mosi tersebut diajukan oleh koalisi oposisi sebagai respons atas deklarasi darurat militer yang gagal, yang dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap konstitusi negara.
Meskipun mosi ini telah melewati ambang batas minimal dukungan di parlemen, pemakzulan belum secara otomatis mengakhiri masa jabatan Yoon. Mengutip Guardian, kasus ini akan diserahkan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) Korea Selatan untuk diputuskan dalam waktu 180 hari. Jika pengadilan memutuskan untuk mencopot Yoon dari jabatannya, pemilihan presiden baru harus digelar dalam waktu 60 hari.
Sementara proses ini berlangsung, pemerintahan sementara akan dijalankan oleh Perdana Menteri Han Duck-soo, yang saat ini juga menjabat sebagai pejabat presiden. Hal ini memberikan waktu bagi pihak oposisi dan pendukung Yoon untuk bersiap menghadapi kemungkinan perubahan besar dalam pemerintahan.
Sejarah pemakzulan di Korea Selatan menunjukkan bahwa keputusan akhir ada di tangan Mahkamah Konstitusi. Pada tahun 2004, Presiden Roh Moo-hyun juga menghadapi pemakzulan di parlemen, namun pengadilan konstitusi menolak mosi tersebut setelah dua bulan musyawarah. Roh kemudian melanjutkan masa jabatannya tanpa hambatan.
Dalam kasus Yoon, MK akan memeriksa apakah deklarasi darurat militer yang diumumkannya melanggar konstitusi. Namun, situasi saat ini menjadi lebih rumit karena Mahkamah Konstitusi hanya memiliki enam hakim aktif dari sembilan posisi yang tersedia.
Hal ini terjadi karena tiga hakim meninggalkan jabatan mereka pada Oktober dan belum digantikan. Untuk menyetujui pemakzulan, seluruh enam hakim yang ada harus sepakat, menjadikan keputusan ini jauh lebih sulit tercapai.
Selain itu, Yoon juga menghadapi tuduhan pemberontakan, sebuah kejahatan berat yang dapat dijatuhi hukuman mati. Tuduhan ini akan memerlukan bukti kuat, termasuk niat untuk menggulingkan tatanan konstitusional dan tindakan kekerasan yang nyata. Insiden yang melibatkan pasukan khusus yang menyerbu parlemen pada malam deklarasi darurat militer diumumkan dapat dijadikan bukti dalam penyelidikan tersebut.
Proses pemakzulan dan investigasi pidana terhadap Yoon akan berjalan secara independen. Namun, jika Yoon ditangkap selama proses ini, hal itu dapat memengaruhi pertimbangan pengadilan konstitusi. Situasi ini menempatkan Korea Selatan dalam krisis politik yang kompleks, dengan dampak potensial yang signifikan terhadap stabilitas nasional.
Dengan waktu yang terus berjalan, semua mata kini tertuju pada Mahkamah Konstitusi dan langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah sementara. Keputusan yang dihasilkan tidak hanya akan menentukan nasib Yoon Suk-Yeol, tetapi juga masa depan politik Korea Selatan di tengah pergolakan ini.